Filsafat merupakan ilmu dengan cakupan yang sangat luas. Hal
ini dikarenakan filsafat adalah ilmu yang mempelajari setiap hal di dunia ini.
Bahkan dalam kehidupan sehari – hari pun sejatinya kita juga tengah
berfilsafat. Filsafat dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
aturan-aturan atau norma dalam kehidupan (Departemen Agama, 2001). Sehingga
mempelajari filsafat tidak lain adalah belajar tentang hidup dan kehidupan.
Objek filsafat meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Oleh
karena itu mempelajari filsafat artinya mempelajari mengenai segala yang ada
dan yang mungkin ada. Jika dikaitkan dengan pembelajaran matematika, maka
belajar matematika dalam konteks filsafat adalah belajar dengan menggunakan
logika dan intuisi. Dalam hal ini, matematika dapat dipandang sebagai sebuah
kegiatan dan bukan hanya sebatas ilmu.
Dalam komunikasi pemikiran keilmuan, matematika memainkan
dua peranan, yakni :
1. Sebagai ratu, matematika merupakan
bentuk logika paling tinggi yang pernah diciptakan oleh pemikiran manusia.
Logika ini dilukiskan dalam bentuk sistem simbolis dari kegiatan pemikiran
serta struktur yang teratur dari teori bilangan dan ruang.
2. Sebagai pelayan, matematika
menyediakan bagi ilmu-ilmu yang lainnya, bukan saja sistem logikanya tetapi
juga model matematis dari berbagai segi kegiatan keilmuwan. Matematika dari
model inilah yang dipergunakan untuk mengkomunikasikan hukum keilmuwan dan
hipotesis.
Filsafat dan matematika tumbuh bersama dalam asuhan seorang
filsuf Yunani yakni Pythagoras yang mengemukakan bahwa segenap gejala alam
merupakan pengungkapan inderawi dari perbandingan-perbandingan matematis. Ia
juga menyimpulkan bahwa bilangan merupakan intisari dan dasar pokok dari
sifat-sifat benda.
Selain Pythagoras, filsuf lain yang menegaskan mengenai
eratnya hubungan antara filsafat dan matematika adalah Plato. Ia mengemukaan
bahwa geometri sebagai pengetahuan ilmiah yang berdasarkan akal murni menjadi
kunci ke arah pengetahuan dan kebenaran kebenaran filsafat. Menurut Plato,
geometri merupakan suatu ilmu dengan akal murni yang membuktikan
proporsi-proporsi abstrak mengenai hal-hal abstrak seperi garis lurus, segitiga
atau lingkaran.
Pengertian
Filsafat
Secara etimologis, kata ‘filsafat’ berasal dari bahasa
Yunani, yaitu ‘philosophia’ . Kata philosophia merupakan
gabungan dari dua kata yaitu philos dan sophia. Philos
berarti sahabat atau kekasih, sedangkan sophia memiliki arti
kebijaksanaan, pengetahuan, kearifan. Dengan demikian maka arti dari kata philosophia
adalah kecintaan pada pengetahuan.
Harold H. Titus (Depag, 2001) mengemukakan 4 pengertian
filsafat sebagai berikut : 1) Philosophy is an attitude toward life and the
universe (Filsafat ialah ilmu tentang suatu sikap tentang hidup dan tentang
dunia/alam semesta). 2) Philosophy is a method of reflective thinking and
reasoned inquiry (Filsafat ialah satu metode pemikiran reflective dan
penyelidikan akliyah). 3) Philosopy is a group of problem (Filsafat
ialah satu perangkat atau kumpulan masalah). 4) Philosopy is a group system
of thought (Filsafat ialah satu perangkat teori atau system pemikiran).
Sedangkan menurut Kattsoff (2004), filsafat merupakan
pemikiran secara sistematis dan kegiatan kefilsafatan ialah merenung.
Perenungan kefilsafatan ialah percobaan untuk menyusun suatu sistem pengetahuan
yang rasional, yang memadai untuk memahami dunia tempat kita hidup, maupun
untuk memahami diri kita sendiri. Dalam arti tertentu, perenungan kefilsafatan
dapat dipandang sebagai pertentangan di antara alternatif – alternatif yang
masing – masing berpegangan pada unsur atau segi yang penting, dan kemudian
mencoba mengujinya pada pengalaman, kenyataan empirik, dan akal (Kattsoff,
2004).
Definisi lain mengenai filsafat juga diungkapkan oleh
Russell dalam Kattsoff (2004). Menurut Russell, definisi filsafat berbeda –
beda sesuai dengan filsafat yang kita terima. Satu – satunya hal yang dapat
kita katakan untuk memulainya adalah bahwa ada masalah – masalah tertentu yang
menarik perhatian orang – orang tertentu, yang setidak – tidaknya pada saat
ini, tidak termasuk dalam suatu ilmu pengetahuan yang khusus. Masalah – masalah
ini semuanya demikian rupa keadannya sehingga menimbulkan keraguan – keraguan
terhadap apa yang lazimnya disebut pengetahuan. Dan jika keraguan – keraguan
ini harus diberi jawaban, maka ini hanya dapat dilakukan dengan mengadakan
penyelidikan yang khusus yang kita beri nama “filsafat”. Oleh karena itu
langkah pertama dalam membuat definisi filsafat adalah dengan menunjukkan
masalah – masalah serta keragu – raguan tersebut, yang juga merupakan langkah
pertama dalam penyelidikan yang sesungguhnya tentang filsafat. Filsafat timbul
dari usaha yang luar biasa gigihnya untuk mencapai pengetahuan yang nyata.
(Kattsoff, 2004).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis sampai pada suatu
kesimpulan mengenai filsafat, yaitu :
1. Objek filsafat adalah segala sesuatu
yang ada dan yang mungkin ada.
2. Sudut pandang filsafat adalah
sebab-sebab yang terdalam.
3. Sifat filsafat adalah sifat-sifat
ilmu pengetahuan.
4. Jalannya filsafat dalam usaha
mencari jawaban-jawaban dengan berdasarkan kekuatan pikiran manusia atau budi
murni.
5. Karakteristik berpikir filsafat
adalah menyeluruh, mendasar, spekulatif, dan refleksif.
Pengertian Matematika
Matematika yang dikenal akrab dalam pandangan awam adalah
matematika elementer yang disebut aritmatika atau ilmu hitung yang secara
informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai bilangan yang bisa
langsung diperoleh dari bilangan-bilangan bulat -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, … ,
dst, melalui beberapa operasi dasar yakni panjumlahan, pengurangan, perkalian,
dan pembagian.
Secara etimologis, matematika
berasal dari bahasa Yunani, (μαθηματικά – mathēmatiká).
Kata tersebut mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau
ilmu (knowledge,science). Dalam pandangan formalis, matematika adalah
pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika
simbolik dan notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filosofi
matematika.
Terdapat beberapa pengertian matematika sebagaimana
dikemukakan oleh Suwarkono (2006) berikut ini :
1) Matematika sebagai bahasa
Matematika
adalah bahasa dengan berbagai simbol dan ekspresi untuk mengomunikasikannya.
Lambang – lambang matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti
setelah sebuah makna diberikan kepadanya sehingga menjadi ekonomis dengan kata
– kata. Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal.
Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan
pengukuran secara kuantitatif. Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan
pernyataan yang bersifat kualitatif. Hal ini menyebabkan penjelasan dan ramalan
yang diberikan oleh bahasa verbal tidak bersifat eksak sehingga daya prediktif
dan kontrol ilmu kurang cermat dan tepat. Untuk mengatasi masalah ini,
matematika mengembangkan konsep pengukuran. Sifat kuantitatif dari matematika
ini dapat meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Matematika
memungkinkan ilmu mengalami perkembangna dari tahap kualitatif ke kuantitatif.
Matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan
emosional.
2) Matematika sebagai ratu sekaligus
pelayan ilmu
Sabagai
ratu, perkembangan matematika tidak tergantung pada ilmu – ilmu lain. Sedangkan
sebagai pelayan, matematika adalah imu yang mendasari dan melayani berbagai
ilmu pengetahuan.
3) Matematika sebagai sara berpikir
deduktif
Berpikir
deduktif adalah proses pengambilan keputusan yang didasarkan kepada premis –
premis yang kebenarannya telah ditentukan. Matematika adaah pengetahuan yang
disusun secara konsisten berdasarkan logika deduktif. Matematika adalah ilmu
yang diperoleh dengan cara bernalar. Ciri utama matematika adalah penalaran
deduktif yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyantaan yang diperoleh sebagai akibat
logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan
dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman
konsep dapat secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi.
4) Matematika sebagai aspek estetik
Matematika merupakan kegunaan praktis dalam kehidupan sehari
– hari – hari. Hampir semua masalah kehidupan yang membutuhkan pemecahan secara
cermat dan teliti tidak mau berpaling dari matematika. Dari mengukur
panjang papan sampai mengukur kedalaman laut. Aspek estetik juga
diperkembangkan dimana matematika merupakan kegiatan intelektual dalam kegiatan
berpikir yang penuh kreatif.
5) Matematika sebagai aktivitas
manusia.
Menurut
Suriasumantri (1981) terdapat beberapa aliran dalam filsafat matematika,
yaitu:
1. Aliran Logistik
Aliran ini
dipelopori oleh Immanuel Kant (1724 – 1804). Kant berpendapat bahwa matematika
merupakan pengetahuan yang bersifat sintetik a priori dan merupakan cara
berpikir logis (logistik) yang salah atau benarnya dapat ditentukan tanpa
mempelajari dunia empiris. Matematika murni merupakan cabang dari logika,
konsep matematika dapat direduksikan menjadi konsep logika.
2. Aliran Intuisionis
Aliran ini
dipelopori oleh Jan Brouwer (1881 – 1966) yang berpendapat bahwa matematika itu
bersifat intusionis. Intuisi murni dari berhitung merupakan titik tolak
tentang matematika bilangan. Hakekat sebuah bilangan harus dapat dibentuk
melalui kegiatan intuitif dalam berhitung dan menghitung.
3. Aliran Formalis
Aliran ini
dipelopori oleh David Hilbert (1862 – 1943). Hilbert berpendapat bahwa
matematika merupakan pengetahuan tentang struktur formal dari lambang . Kaum
formalis menekankan pada aspek formal dari matematika sebagai bahasa lambang
dan mengusahakan konsistensi dalam penggunaan matematika sebagai bahasa
lambang. Kaum Formalis membantah aliran logistik dan menyatakan bahwa
masalah-masalah dalam logika sama sekali tidak ada hubungan dengan matematika.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan
ilmu yang muncul dari proses berpikir manusia tentang pengalaman akan
permasalahan yang pernah ditemui dan dipecahkan, dimana pengalaman
pemecahan masalah tersebut kemudian terkonstruksi sebagai suatu konsep
matematis yang dapat digunakan sebagai alat pemecahan masalah yang sama atau
yang baru.
Hubungan Filsafat dan Matematika
Pada bagian pendahuluan telah
disebutkan bahwa filsafat dan matematika tumbuh bersama sebagai buah pemikiran
seorang filsuf ternama yakni Pythagoras yang memandang bahwa segenap gejala
alam merupakan pengungkapan inderawi dari perbandingan-perbandingan matematis.
Hal ini dipertegas oleh pemikiran Plato yang menyatakan geometri sebagai
pengetahuan ilmiah yang berdasarkan akal murni menjadi kunci ke arah
pengetahuan dan kebenaran kebenaran filsafat.
Marsigit (2008) mengemukakan bahwa
matematika dan filsafat mempunyai sejarah keterikatan satu dengan yang lain
sejak jaman Yunani Kuno. Matematika di samping merupakan sumber dan inspirasi
bagi para filsuf, metodenya juga banyak diadopsi untuk mendeskripsikan
pemikiran filsafat. Lebih lanjut Marsigit juga mengemukakan bahwa logika
matematika mempunyai peranan hingga sampai era filsafat kontemporer di mana
banyak para filsuf kemudian mempelajari logika. Logika matematika telah memberi
inspirasi kepada pemikiran filsuf, kemudian para filsuf juga berusaha
mengembangkan pemikiran logika misalnya “logika modal”, yang kemudian dikembangkan
lagi oleh para matematikawan dan bermanfaat bagi pengembangan program komputer
dan analisis bahasa.
Peranan Filsafat dalam Pembelajaran
Matematika
Pembelajaran matematika yang
memfasilitasi siswa untuk dapat mengembangkan logika pikirnya sejak dini memang
sangat dianjurkan. Hal ini bertujuan agar siswa dapat lebih mudah menerima dan
memahami materi pelajaran matematika yang diberikan oleh guru. Namun perlu diakui
bahwa pembelajaran semacam ini menuntut kreatifitas dari guru sebagai
pendamping belajar siswa. Guru dianjurkan untuk meningkatkan kinerja serta
kreatifitasnya agar siswa menjadi lebih berminat dan terdorong untuk terus
bereksplorasi dalam matematika. Dalam hal ini, guru diharapkan untuk tidak lagi
mengajar secara konvensional di mana prosesnya hanya tentang transfer ilmu dari
guru sebagai “yang lebih tahu” kepada murid sebagai “yang belum tahu”, akan
tetapi guru diharapkan memberikan pembelajaran yang mampu menjadi sarana bagi
siswa untuk membangun pengetahuan matematisnya.
Pembelajaran yang memungkinkan siswa
untuk membangun pengetahuan matematisnya seperti yang telah diungkapkan di atas
barangkali akan membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama jika dibandingkan
dengan metode pembelajaran konvensional. Hal inilah yang membuat beberapa guru
seakan enggan menggunakan metode tersebut dan lebih memilih untuk menggunakan
metode konvensional. Akan tetapi dengan adanya implementasi filsafat sebagai
latar belakang lahirnya suatu konsep matematika, maka baik guru maupun siswa
diharapkan mampu dan mau untuk memberikan pembelajaran maupun mempelajari
matematika sampai tuntas dan mencintai matematika dengan lebih mendalam.
Bakhtiar (2004) berpendapat bahwa implementasi filsafat matematika pada
pelajaran matematika di sekolah memiliki manfaat yaitu mampu meningkatkan nilai
matematika siswa di sekolah. Bukan itu saja, kecintaan siswa pada pelajaran
matematika menjadi lebih nyata dan jauh dari abstrak.
Perlu diingat bawa anak dari
berbagai usia berpikir sesuai dengan tingkat usianya dan matematika merupakan
subjek ideal yang mampu mengembangkan proses berpikir anak mulai dari usia
dini, usia pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan lanjutan dan
bahkan hingga jenjang pendidikan tinggi. Oleh karena itu pengetahuan tentang
matematika penting untuk diberikan sejak dini agar anak mengetahui, memahami,
dan mampu menggunakan prinsip matematika dalam kehidupan sehari-hari baik itu
mengenai perhitungan, pengerjaan soal matematika, maupun pemecahan masalah
kehidupan di lingkungan sekolah atau di lingkungan masyarakat.
Akan tetapi fakta yang muncul dalam
masyarakat kita adalah keberhasilan pembelajaran matematika hanya dinilai
sebatas perolehan nilai di sekolah. Semakin tinggi nilai ujian matematikanya,
maka seorang siswa dianggap telah menguasi konsep matematika. Hal ini mendorong
para siswa untuk mempelajari matematika dengan cara drilling soal atau
menghapal rumus. Padahal kemampuan matematis seseorang tidak hanya dilihat
berdasarkan seberapa mampu ia mengerjakan soal yang diberikan. Kemampuan
menghapal rumus saja juga tidak cukup kalau tidak bisa menganalisis atau
mengubah dari soal cerita ke dalam bahasa matematika, kemudian menentukan solusinya,
lalu mengembalikan lagi ke dalam konteks soal cerita semula. Dengan kata lain,
kemampuan matematis seorang siswa berkaitan erat dengan kemampuan siswa
tersebut dalam menerapkan konsep matematika yang ia dapat di sekolah ke dalam
konteks permasalahan sehari – hari. Sehingga tidak jarang anak-anak yang
mempelajari matematika secara pragmatis ini mendapatkan nilai yang bagus di
tingkat pendidikan dasar akan mengalami kesulitan pada jenjang pendidikan yang
lebih tinggi.
Cakupan matematika sebagai suatu
mata pelajaran memang sangat luas. Kemampuan matematika bukan hanya sekedar
kemampuan berhitung atau menggunakan rumus, akan tetapi mencakup beberapa
kompetensi yang menjadikan siswa tersebut mampu memahami tentang konsep dasar
matematika. Sebagaimana diuraikan oleh Katagiri (Marsigit, 2009) mengenai
berpikir matematika yang meliputi tiga aspek yakni,
a) Sikap matematika
b) Metode memikirkan matematika
c) Konten matematika.
Untuk dapat mempelajari matematika
dengan baik sangat dibutuhkan kemampuan bahasa. Kemampuan berbahasa ini sangat
berperan dalam proses memahami soal dan alur logika pikir dalam matematika.
Selain itu, imajinasi dan kreativitas siswa juga sangat diperlukan dalam
mempelajari matematika. Hal inilah yang memungkinkan pembelajaran matematika
menjadi lebih menarik dan bermakna bagi siswa.
Disadari atau tidak, guru memegang
peranan yang sangat krusial dalam ketercapaian pembelajaran yang dapat menjadi
sarana membangun logika dan pengetahuan matematis siswanya. Dalam hal ini,
keterampilan mengajar yang dimiliki oleh guru menjadi sebuah barang penting.
Keterampilan mengajar merupakan kompetensi profesional yang cukup kompleks,
sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh. Ada
delapan keterampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas
pembelajaran, yaitu:
a) Keterampilan bertanya
b) Memberi penguatan
c) Mengadakan variasi
d) Menjelaskan
e) Membuka dan menutup pelajaran
f) Membimbing diskusi kelompok kecil
g) Mengelola kelas
h) Mengajar kelompok kecil atau
perorangan.
Penguasaan terhadap keterampilan
mengajar tersebut harus uttuh dan terintegrasi. Selain itu, guru harus
mempunyai pendekatan dan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan dan memilih
metode-metode pembelajaran yang efektif serta berusaha memberikan variasi dalam
metode pembelajaran agar siswa tidak menjadi jenuh. Oleh karena itulah,
dibutuhkan inisiatif dan kemauan dari guru untuk lebih kreatif dalam mengajar.
Filsafat sebagai ilmu yang
mempelajari semua yang ada yang mungkin ada di dunia ini mempunyai cakupan yang
sangat luas, sehingga banyak hal yang dapat kita pelajari di dalam filsafat.
Ketika kita melakukan aktifitas sehari-hari, kita tak luput dari belajar
tentang filsafat. Menurut Depag (2001) filsafat dapat diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari aturan – aturan atau norma dalam kehidupan. Sehingga
mempelajari filsafat sejatinya adalah belajar tentang hidup dan kehidupan.
Pada jenjang pendidikan tinggi, filsafat
menjadi salah satu ilmu yang sangat penting untuk dipelajari. Menurut
Bakhtiar (2004), filsafat di tingkat perguruan tinggi berbeda dengan filsafat
dalam kehidupan sehari-hari. Filsafat yang dibahas di tingkat perguruan tinggi
bersifat lebih khusus. Misalnya dalam pendidikan matematika, filsafat
yang dipelajari adalah filsafat pendidikan matematika. Dalam pendidikan
matematika, belajar filsafat adalah belajar mengenai pemikiran para filsuf. Hal
ini dapat dilakukan dengan membaca langsung tulisan para filsuf tersebut
(sumber primer) , atau membaca pemikiran para filsuf dari tulisan orang lain
(sumber sekunder). Berfilsafat adalah berpikir releksif dan setinggi – tinggi
orang berfilsafat adalah santun terhadap ruang dan waktu.
Filsafat yang dipelajari di
perguruan tinggi akan membantu guru untuk dapat membangun filsafatnya dalam
pembelajaran di sekolah. Menurut Ebbutt dan Straker (dalam Marsigit, 2009)
hakekat matematika sekolah mencakup beberapa hal yaitu:
a) Kegiatan matematika merupakan kegiatan
penelusuran pola dan hubungan
b) Kegiatan matematika memerlukan
kreativitas, imajinasi, intuisi, dan penemuan
c) Kegiatan dan hasil – hasil
matematika perlu dikomunikasikan,
d) Kegiatan problem solving adalah
bagian dari kegiatan matematika
e) Algoritma merupakan prosedur untuk
memperoleh jawaban – jawaban persoalan matematika
f) Interaksi sosial diperlukan dalam
kegiatan matematika.
Melalui penerapan hakekat
matematika sekolah oleh guru, diharapkan siswa akan dapat membangun pengetahuan
matematikanya sendiri. Siswa diajak untuk lebih kreatif dan aktif dalam proses
pembelajaran. Sehingga guru tidak lagi berperan sebagai aktor utama dalam
proses pembelajaran, namun hanya sebagai pendamping belajar siswa. Dengan
demikian, siswa bukan hanya sebatas menjadi objek pembelajaran, namun menjadi
sentralnya sehingga mereka akan mampu membangun pengetahuan matematisnya.
Implementasi filsafat dalam
pembelajaran di sekolah ternyata mampu menciptakan proses belajar mengajar yang
lebih efektif dan efisien. Melalui implementasi filsafat, guru akan lebih
memahami karakter dari siswa – siswanya . Pola berpikir filsafat adalah
berpikir refleksif, oleh sebab itu guru dapat merefleksikan dan mengetahui pola
pikir para siswanya dalam memahami matematika. Selain itu, filsafat juga sangat
berperan dalam pendidikan karakter yang meliputi aspek material, formal,
normatif dan spiritual. Baik siswa, maupun guru diajak untuk lebih santun
terhadap ruang dan waktu serta lebih mampu memaknai suatu proses pembelajaran
sebagai suatu proses pembangunan ilmu pengetahuan. Sehingga terciptalah
pembelajaran matematika yang tidak hanya berpaku pada hasil akhir yakni nilai
ujian, namun pembelajaran matematika yang juga mengembangkan logika pikir dan
pengembangan karakter siswa.
0 comments:
Posting Komentar