Subscribe:

menu


Ads 468x60px

..

Minggu, 03 November 2013

Filsafat dan Pembelajaran Matematika

Filsafat merupakan ilmu dengan cakupan yang sangat luas. Hal ini dikarenakan filsafat adalah ilmu yang mempelajari setiap hal di dunia ini. Bahkan dalam kehidupan sehari – hari pun sejatinya kita juga tengah berfilsafat. Filsafat dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari aturan-aturan atau norma dalam kehidupan (Departemen Agama, 2001). Sehingga mempelajari filsafat tidak lain adalah belajar tentang hidup dan kehidupan.
Objek filsafat meliputi yang ada dan yang mungkin ada. Oleh karena itu mempelajari filsafat artinya mempelajari mengenai segala yang ada dan yang mungkin ada. Jika dikaitkan dengan pembelajaran matematika, maka belajar matematika dalam konteks filsafat adalah belajar dengan menggunakan logika dan intuisi. Dalam hal ini, matematika dapat dipandang sebagai sebuah kegiatan dan bukan hanya sebatas ilmu.
Dalam komunikasi pemikiran keilmuan, matematika memainkan dua peranan, yakni :
1.    Sebagai ratu, matematika merupakan bentuk logika paling tinggi yang pernah diciptakan oleh pemikiran manusia. Logika ini dilukiskan dalam bentuk sistem simbolis dari kegiatan pemikiran serta struktur yang teratur dari teori bilangan dan ruang.
2.    Sebagai pelayan, matematika menyediakan bagi ilmu-ilmu yang lainnya, bukan saja sistem logikanya tetapi juga model matematis dari berbagai segi kegiatan keilmuwan. Matematika dari model inilah yang dipergunakan untuk mengkomunikasikan hukum keilmuwan dan hipotesis.
Filsafat dan matematika tumbuh bersama dalam asuhan seorang filsuf Yunani yakni Pythagoras yang mengemukakan bahwa segenap gejala alam merupakan pengungkapan inderawi dari perbandingan-perbandingan matematis. Ia juga menyimpulkan bahwa bilangan merupakan intisari dan dasar pokok dari sifat-sifat benda.

Selain Pythagoras, filsuf lain yang menegaskan mengenai eratnya hubungan antara filsafat dan matematika adalah Plato. Ia mengemukaan bahwa geometri sebagai pengetahuan ilmiah yang berdasarkan akal murni menjadi kunci ke arah pengetahuan dan kebenaran kebenaran filsafat. Menurut Plato, geometri merupakan suatu ilmu dengan akal murni yang membuktikan proporsi-proporsi abstrak mengenai hal-hal abstrak seperi garis lurus, segitiga atau lingkaran.

Pengertian Filsafat
Secara etimologis, kata ‘filsafat’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu ‘philosophia’ . Kata philosophia merupakan gabungan dari dua kata yaitu philos dan sophia. Philos berarti sahabat atau kekasih, sedangkan sophia memiliki arti kebijaksanaan, pengetahuan, kearifan. Dengan demikian maka arti dari kata philosophia adalah kecintaan pada pengetahuan.
Harold H. Titus (Depag, 2001) mengemukakan 4 pengertian filsafat sebagai berikut : 1) Philosophy is an attitude toward life and the universe (Filsafat ialah ilmu tentang suatu sikap tentang hidup dan tentang dunia/alam semesta). 2) Philosophy is a method of reflective thinking and reasoned inquiry (Filsafat ialah satu metode pemikiran reflective dan penyelidikan akliyah). 3) Philosopy is a group of problem (Filsafat ialah satu perangkat atau kumpulan masalah). 4) Philosopy is a group system of thought (Filsafat ialah satu perangkat teori atau system pemikiran).
Sedangkan menurut Kattsoff (2004), filsafat merupakan pemikiran secara sistematis dan kegiatan kefilsafatan ialah merenung. Perenungan kefilsafatan ialah percobaan untuk menyusun suatu sistem pengetahuan yang rasional, yang memadai untuk memahami dunia tempat kita hidup, maupun untuk memahami diri kita sendiri. Dalam arti tertentu, perenungan kefilsafatan dapat dipandang sebagai pertentangan di antara alternatif – alternatif yang masing – masing berpegangan pada unsur atau segi yang penting, dan kemudian mencoba mengujinya pada pengalaman, kenyataan empirik, dan akal (Kattsoff, 2004).
Definisi lain mengenai filsafat juga diungkapkan oleh Russell dalam Kattsoff (2004). Menurut Russell, definisi filsafat berbeda – beda sesuai dengan filsafat yang kita terima. Satu – satunya hal yang dapat kita katakan untuk memulainya adalah bahwa ada masalah – masalah tertentu yang menarik perhatian orang – orang tertentu, yang setidak – tidaknya pada saat ini, tidak termasuk dalam suatu ilmu pengetahuan yang khusus. Masalah – masalah ini semuanya demikian rupa keadannya sehingga menimbulkan keraguan – keraguan terhadap apa yang lazimnya disebut pengetahuan. Dan jika keraguan – keraguan ini harus diberi jawaban, maka ini hanya dapat dilakukan dengan mengadakan penyelidikan yang khusus yang kita beri nama “filsafat”. Oleh karena itu langkah pertama dalam membuat definisi filsafat adalah dengan menunjukkan masalah – masalah serta keragu – raguan tersebut, yang juga merupakan langkah pertama dalam penyelidikan yang sesungguhnya tentang filsafat. Filsafat timbul dari usaha yang luar biasa gigihnya untuk mencapai pengetahuan yang nyata. (Kattsoff, 2004).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis sampai pada suatu kesimpulan mengenai filsafat, yaitu :
1.    Objek filsafat adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada.
2.    Sudut pandang filsafat adalah sebab-sebab yang terdalam.
3.    Sifat filsafat adalah sifat-sifat ilmu pengetahuan.
4.    Jalannya filsafat dalam usaha mencari jawaban-jawaban dengan berdasarkan kekuatan pikiran manusia atau budi murni.
5.    Karakteristik berpikir filsafat adalah menyeluruh, mendasar, spekulatif, dan refleksif.

Pengertian Matematika
Matematika yang dikenal akrab dalam pandangan awam adalah matematika elementer yang disebut aritmatika atau ilmu hitung yang secara informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai bilangan yang bisa langsung diperoleh dari bilangan-bilangan bulat -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, … , dst, melalui beberapa operasi dasar yakni panjumlahan, pengurangan, perkalian,  dan pembagian.
Secara etimologis, matematika berasal dari bahasa Yunani, (μαθηματικά – mathēmatiká).  Kata tersebut mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge,science). Dalam pandangan formalis, matematika adalah pemeriksaan aksioma yang menegaskan struktur abstrak menggunakan logika simbolik dan notasi matematika; pandangan lain tergambar dalam filosofi matematika.
Terdapat beberapa pengertian matematika sebagaimana dikemukakan oleh Suwarkono (2006) berikut ini :
1)   Matematika sebagai bahasa
Matematika adalah bahasa dengan berbagai simbol dan ekspresi untuk mengomunikasikannya. Lambang – lambang matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya sehingga menjadi ekonomis dengan kata – kata. Matematika mempunyai kelebihan lain dibandingkan dengan bahasa verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran secara kuantitatif. Bahasa verbal hanya mampu mengemukakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Hal ini menyebabkan penjelasan dan ramalan yang diberikan oleh bahasa verbal tidak bersifat eksak sehingga daya prediktif dan kontrol ilmu kurang cermat dan tepat. Untuk mengatasi masalah ini, matematika mengembangkan konsep pengukuran. Sifat kuantitatif dari matematika ini dapat meningkatkan daya prediktif dan kontrol dari ilmu. Matematika memungkinkan ilmu mengalami perkembangna  dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Matematika adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional.
2)   Matematika sebagai ratu sekaligus pelayan ilmu
Sabagai ratu, perkembangan matematika tidak tergantung pada ilmu – ilmu lain. Sedangkan sebagai pelayan, matematika adalah imu yang mendasari dan melayani berbagai ilmu pengetahuan.
3)   Matematika sebagai sara berpikir deduktif
Berpikir deduktif adalah proses pengambilan keputusan yang didasarkan kepada premis – premis yang kebenarannya telah ditentukan. Matematika adaah pengetahuan yang disusun secara konsisten berdasarkan logika deduktif. Matematika adalah ilmu yang diperoleh dengan cara bernalar. Ciri utama matematika adalah penalaran deduktif yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyantaan yang diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam matematika bersifat konsisten. Namun demikian, pembelajaran dan pemahaman konsep dapat secara induktif melalui pengalaman peristiwa nyata atau intuisi.
4)   Matematika sebagai aspek estetik
Matematika merupakan kegunaan praktis dalam kehidupan sehari – hari – hari. Hampir semua masalah kehidupan yang membutuhkan pemecahan secara cermat dan teliti tidak mau berpaling dari  matematika. Dari mengukur panjang papan sampai mengukur kedalaman laut. Aspek estetik juga diperkembangkan dimana matematika merupakan kegiatan intelektual dalam kegiatan berpikir yang penuh kreatif.

5)   Matematika sebagai aktivitas manusia.
Menurut Suriasumantri (1981) terdapat beberapa aliran dalam filsafat matematika, yaitu:
1.  Aliran Logistik
Aliran ini dipelopori oleh Immanuel Kant (1724 – 1804). Kant berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan yang bersifat sintetik a priori dan merupakan  cara berpikir logis (logistik) yang salah atau benarnya dapat ditentukan tanpa mempelajari dunia empiris. Matematika murni merupakan cabang dari logika, konsep matematika dapat direduksikan menjadi konsep logika.
2.   Aliran Intuisionis
Aliran ini dipelopori oleh Jan Brouwer (1881 – 1966) yang berpendapat bahwa matematika itu bersifat intusionis.  Intuisi murni dari berhitung merupakan titik tolak tentang matematika bilangan. Hakekat sebuah bilangan harus dapat dibentuk melalui kegiatan intuitif dalam berhitung dan menghitung.
3.   Aliran Formalis
Aliran ini dipelopori oleh David Hilbert (1862 – 1943). Hilbert berpendapat bahwa matematika merupakan pengetahuan tentang struktur formal dari lambang . Kaum formalis menekankan pada aspek formal dari matematika sebagai bahasa lambang dan mengusahakan konsistensi dalam penggunaan matematika sebagai bahasa lambang. Kaum Formalis membantah aliran logistik dan menyatakan bahwa masalah-masalah dalam logika sama sekali tidak ada hubungan dengan matematika.  
   
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu yang muncul dari proses berpikir manusia tentang pengalaman akan  permasalahan yang pernah ditemui dan dipecahkan, dimana pengalaman pemecahan masalah tersebut kemudian terkonstruksi sebagai suatu konsep matematis yang dapat digunakan sebagai alat pemecahan masalah yang sama atau yang baru.

Hubungan Filsafat dan Matematika
Pada bagian pendahuluan telah disebutkan bahwa filsafat dan matematika tumbuh bersama sebagai buah pemikiran seorang filsuf ternama yakni Pythagoras yang memandang bahwa segenap gejala alam merupakan pengungkapan inderawi dari perbandingan-perbandingan matematis. Hal ini dipertegas oleh pemikiran Plato yang menyatakan geometri sebagai pengetahuan ilmiah yang berdasarkan akal murni menjadi kunci ke arah pengetahuan dan kebenaran kebenaran filsafat.
Marsigit (2008) mengemukakan bahwa matematika dan filsafat mempunyai sejarah keterikatan satu dengan yang lain sejak jaman Yunani Kuno. Matematika di samping merupakan sumber dan inspirasi bagi para filsuf, metodenya juga banyak diadopsi untuk mendeskripsikan pemikiran filsafat. Lebih lanjut Marsigit juga mengemukakan bahwa logika matematika mempunyai peranan hingga sampai era filsafat kontemporer di mana banyak para filsuf kemudian mempelajari logika. Logika matematika telah memberi inspirasi kepada pemikiran filsuf, kemudian para filsuf juga berusaha mengembangkan pemikiran logika misalnya “logika modal”, yang kemudian dikembangkan lagi oleh para matematikawan dan bermanfaat bagi pengembangan program komputer dan analisis bahasa.

Peranan Filsafat dalam Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika yang memfasilitasi siswa untuk dapat mengembangkan logika pikirnya sejak dini memang sangat dianjurkan. Hal ini bertujuan agar siswa dapat lebih mudah menerima dan memahami materi pelajaran matematika yang diberikan oleh guru. Namun perlu diakui bahwa pembelajaran semacam ini menuntut kreatifitas dari guru sebagai pendamping belajar siswa. Guru dianjurkan untuk meningkatkan kinerja serta kreatifitasnya agar siswa menjadi lebih berminat dan terdorong untuk terus bereksplorasi dalam matematika. Dalam hal ini, guru diharapkan untuk tidak lagi mengajar secara konvensional di mana prosesnya hanya tentang transfer ilmu dari guru sebagai “yang lebih tahu” kepada murid sebagai “yang belum tahu”, akan tetapi guru diharapkan memberikan pembelajaran yang mampu menjadi sarana bagi siswa untuk membangun pengetahuan matematisnya.
Pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuan matematisnya seperti yang telah diungkapkan di atas barangkali akan membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama jika dibandingkan dengan metode pembelajaran konvensional. Hal inilah yang membuat beberapa guru seakan enggan menggunakan metode tersebut dan lebih memilih untuk menggunakan metode konvensional. Akan tetapi dengan adanya implementasi filsafat sebagai latar belakang lahirnya suatu konsep matematika, maka baik guru maupun siswa diharapkan mampu dan mau untuk memberikan pembelajaran maupun mempelajari matematika sampai tuntas dan mencintai matematika dengan lebih mendalam. Bakhtiar (2004) berpendapat bahwa implementasi filsafat matematika pada pelajaran matematika di sekolah memiliki manfaat yaitu mampu meningkatkan nilai matematika siswa di sekolah. Bukan itu saja, kecintaan siswa pada pelajaran matematika menjadi lebih nyata dan jauh dari abstrak.
Perlu diingat bawa anak dari berbagai usia berpikir sesuai dengan tingkat usianya dan matematika merupakan subjek ideal yang mampu mengembangkan proses berpikir anak mulai dari usia dini, usia pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan lanjutan dan bahkan hingga jenjang pendidikan tinggi. Oleh karena itu pengetahuan tentang matematika penting untuk diberikan sejak dini agar anak mengetahui, memahami, dan mampu menggunakan prinsip matematika dalam kehidupan sehari-hari baik itu mengenai perhitungan, pengerjaan soal matematika, maupun pemecahan masalah kehidupan di lingkungan sekolah atau di lingkungan masyarakat.
Akan tetapi fakta yang muncul dalam masyarakat kita adalah keberhasilan pembelajaran matematika hanya dinilai sebatas perolehan nilai di sekolah. Semakin tinggi nilai ujian matematikanya, maka seorang siswa dianggap telah menguasi konsep matematika. Hal ini mendorong para siswa untuk mempelajari matematika dengan cara drilling soal atau menghapal rumus. Padahal kemampuan matematis seseorang tidak hanya dilihat berdasarkan seberapa mampu ia mengerjakan soal yang diberikan. Kemampuan menghapal rumus saja juga tidak cukup kalau tidak bisa menganalisis atau mengubah dari soal cerita ke dalam bahasa matematika, kemudian menentukan solusinya, lalu mengembalikan lagi ke dalam konteks soal cerita semula. Dengan kata lain, kemampuan matematis seorang siswa berkaitan erat dengan kemampuan siswa tersebut dalam menerapkan konsep matematika yang ia dapat di sekolah ke dalam konteks permasalahan sehari – hari. Sehingga tidak jarang anak-anak yang mempelajari matematika secara pragmatis ini mendapatkan nilai yang bagus di tingkat pendidikan dasar akan mengalami kesulitan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Cakupan matematika sebagai suatu mata pelajaran memang sangat luas. Kemampuan matematika bukan hanya sekedar kemampuan berhitung atau menggunakan rumus, akan tetapi mencakup beberapa kompetensi yang menjadikan siswa tersebut mampu memahami tentang konsep dasar matematika. Sebagaimana diuraikan oleh Katagiri (Marsigit, 2009) mengenai berpikir matematika yang meliputi tiga aspek yakni,
a)    Sikap matematika
b)   Metode memikirkan matematika
c)    Konten matematika.
Untuk dapat mempelajari matematika dengan baik sangat dibutuhkan kemampuan bahasa. Kemampuan berbahasa ini sangat berperan dalam proses memahami soal dan alur logika pikir dalam matematika. Selain itu, imajinasi dan kreativitas siswa juga sangat diperlukan dalam mempelajari matematika. Hal inilah yang memungkinkan pembelajaran matematika menjadi lebih menarik dan bermakna bagi siswa.
Disadari atau tidak, guru memegang peranan yang sangat krusial dalam ketercapaian pembelajaran yang dapat menjadi sarana membangun logika dan pengetahuan matematis siswanya. Dalam hal ini, keterampilan mengajar yang dimiliki oleh guru menjadi sebuah barang penting. Keterampilan mengajar merupakan kompetensi profesional yang cukup kompleks, sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh. Ada delapan keterampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran, yaitu:
a)    Keterampilan bertanya
b)   Memberi penguatan
c)    Mengadakan variasi
d)   Menjelaskan
e)    Membuka dan menutup pelajaran
f)    Membimbing diskusi kelompok kecil
g)   Mengelola kelas
h)   Mengajar kelompok kecil atau perorangan.
Penguasaan terhadap keterampilan mengajar tersebut harus uttuh dan terintegrasi. Selain itu, guru harus mempunyai pendekatan dan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan dan memilih metode-metode pembelajaran yang efektif serta berusaha memberikan variasi dalam metode pembelajaran agar siswa tidak menjadi jenuh. Oleh karena itulah, dibutuhkan inisiatif dan kemauan dari guru untuk lebih kreatif dalam mengajar.
Filsafat sebagai ilmu yang mempelajari semua yang ada yang mungkin ada di dunia ini mempunyai cakupan yang sangat luas, sehingga banyak hal yang dapat kita pelajari di dalam filsafat. Ketika kita melakukan aktifitas sehari-hari, kita tak luput dari belajar tentang filsafat. Menurut Depag (2001) filsafat dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari aturan – aturan atau norma dalam kehidupan. Sehingga mempelajari filsafat sejatinya adalah belajar tentang hidup dan kehidupan.
Pada jenjang pendidikan tinggi, filsafat menjadi salah satu ilmu yang sangat penting untuk dipelajari. Menurut Bakhtiar (2004), filsafat di tingkat perguruan tinggi berbeda dengan filsafat dalam kehidupan sehari-hari. Filsafat yang dibahas di tingkat perguruan tinggi  bersifat lebih khusus. Misalnya dalam pendidikan matematika, filsafat yang dipelajari adalah filsafat pendidikan matematika. Dalam pendidikan matematika, belajar filsafat adalah belajar mengenai pemikiran para filsuf. Hal ini dapat dilakukan dengan membaca langsung tulisan para filsuf tersebut (sumber primer) , atau membaca pemikiran para filsuf dari tulisan orang lain (sumber sekunder). Berfilsafat adalah berpikir releksif dan setinggi – tinggi orang berfilsafat adalah santun terhadap ruang dan waktu.
Filsafat yang dipelajari di perguruan tinggi akan membantu guru untuk dapat membangun filsafatnya dalam pembelajaran di sekolah. Menurut Ebbutt dan Straker (dalam Marsigit, 2009) hakekat matematika sekolah mencakup beberapa hal yaitu:
a)    Kegiatan matematika merupakan kegiatan penelusuran pola dan hubungan
b)   Kegiatan matematika memerlukan kreativitas, imajinasi, intuisi, dan penemuan
c)    Kegiatan dan hasil – hasil matematika perlu dikomunikasikan,
d)   Kegiatan problem solving adalah bagian dari kegiatan matematika
e) Algoritma merupakan prosedur untuk memperoleh jawaban – jawaban persoalan matematika
f)    Interaksi sosial diperlukan dalam kegiatan matematika.
 Melalui penerapan hakekat matematika sekolah oleh guru, diharapkan siswa akan dapat membangun pengetahuan matematikanya sendiri. Siswa diajak untuk lebih kreatif dan aktif dalam proses pembelajaran. Sehingga guru tidak lagi berperan sebagai aktor utama dalam proses pembelajaran, namun hanya sebagai pendamping belajar siswa. Dengan demikian, siswa bukan hanya sebatas menjadi objek pembelajaran, namun menjadi sentralnya sehingga mereka akan mampu membangun pengetahuan matematisnya.
Implementasi filsafat dalam pembelajaran di sekolah ternyata mampu menciptakan proses belajar mengajar yang lebih efektif dan efisien. Melalui implementasi filsafat, guru akan lebih memahami karakter dari siswa – siswanya . Pola berpikir filsafat adalah berpikir refleksif, oleh sebab itu guru dapat merefleksikan dan mengetahui pola pikir para siswanya dalam memahami matematika. Selain itu, filsafat juga sangat berperan dalam pendidikan karakter yang meliputi aspek material, formal, normatif dan spiritual. Baik siswa, maupun guru diajak untuk lebih santun terhadap ruang dan waktu serta lebih mampu memaknai suatu proses pembelajaran sebagai suatu proses pembangunan ilmu pengetahuan. Sehingga terciptalah pembelajaran matematika yang tidak hanya berpaku pada hasil akhir yakni nilai ujian, namun pembelajaran matematika yang juga mengembangkan logika pikir dan pengembangan karakter siswa.

0 comments:

Posting Komentar